Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai resource yang sangat kaya untuk merespon
isu kontemporer, yaitu kitab kuning. Para pembaharu berjuang untuk
mengembangkan pemahaman kitab kuning secara dinamis dan kontekstual.
Momentum pembaruan tersebut terjadi pada munas Lampung 1992 yang
melahirkan keputusan pengembangan bermazhab dari qauli ke manhaji. Lewat
pendekatan manhaji, NU menjadi percaya diri dalam merespon problem
kontemporer, termasuk di dalamnya gender. Wacana gender mulai masuk di
Indonesia pada tahun 1990-an, maka NU secara struktural sudah
meresponnya pada munas di Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 1997, yaitu
Islam dan kesetaraan gender. Buku ini meneliti pergumulan para aktor
struktural di dalam NU dalam melakukan kontestasi wacana gender di forum
resmi organisasi, yaitu muktamar, munas dan konbes NU sejak tahun 1989
di Yogyakarta sampai tahun 2010 di Makassar. Ada enam isu gender yang
dikaji, yaitu pernikahan beda agama, nikah mut'ah, bekerja malam hari di
luar rumah, Islam dan kesetaraan gender, Trafficking dan khitan
perempuan.
Post A Comment: